;

SBY-JK Turun


Jum'at, 16 Mei 2008
Reformasi Gagal, Mahasiswa Surabaya Tuntut SBY-JK Turun

Usia reformasi sudah sepuluh tahun sejak Soeharto turun dari “tahta” kepresidenannya, 21 Mei 1998 silam. Tapi kondisi bangsa Indonesia masih saja terpuruk. Karena itu, kalangan mahasiswa di Surabaya menuntut Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla (SBY-JK) turun dari jabatannya, karena dinilai gagal menjalankan agenda reformasi.
Sejumlah aktivis mahasiswa di Surabaya yang dihubungi Hot News melihat, reformasi ternyata gagal menghadirkan kesejahteraan rakyat. Indikasinya, menurut mereka, angka kemiskinan semakin besar, pengangguran makin banyak, harga barang semakin mahal sehingga tidak terjangkau rakyat kecil. Militerisme juga masih kuat, dan rakyat masih dijadikan objek atas nama demokrasi. Belum lagi pengusutan kasus-kasus pelanggaran HAM dan dugaan korupsi yang dilakukan Soeharto dan kroni-kroninya sebagaimana diamanatkan gerakan reformasi sepuluh tahun lalu.

Hal itu diungkapkan Ketua Kesatuan Aksi Mahasiswa Universitas Tujuh Belas Agustus 1945 Surabaya Pro Rakyat (KAMUS PR), Syamsul Muarif, dan Ketua Dewan Perwakilan Cabang (DPC) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Surabaya, Hendri Ansori, secara terpisah.

“Karena kegagalan itu, kami menuntut rezim SBY-JK turun. Apalagi, kami melihat tidak ada usaha-usaha konkret menyelesaikan kasus Soeharto,” kata Syamsul Muarif.

Syamsul mengatakan, ada beberapa faktor yang membuat bangsa Indonesia terpuruk. Selama pemerintah masih menjalankan sistem ekonomi neo-liberalisme, menurut dia, rakyat tidak akan pernah sejahtera. Pasalnya, sistem ekonomi tersebut tidak seindah yang diusung pelakunya, dan globalisasi hanya akan membuat rakyat menjadi miskin.

Selain itu, lanjut Syamsul Muarif, selama pemerintah dipimpin kalangan militer, rakyat tak akan pernah sejahtera. Karena, militerisme cenderung menyelesaikan masalah dengan kekerasan “Salah satu contoh adalah kasus Alastlogo, Munir, dan peristiwa berdarah lain yang masih saja yang terjadi di Indonesia,” ujarnya.

Lalu bagaimana sikap mahasiswa, sebagai pihak yang “bertanggung jawab” atas lahirnya reformasi? Menurut Syamsul Muarif, sudah saatnya mahasiswa berani melawan kebijakan pemerintah yang tidak mendukung rakyat. ”Sekecil apa pun aktivitas kita atau sesedikit apa pun jumlah mahasiswa yang peduli, kita tetap harus konsisten kepada kepentingan rakyat,” katanya.

Syamsul Muarif juga berharap parpol yang berkuasa (atau akan berkuasa) harus benar-benar menjadi representasi suara rakyat, dan juga harus berani menolak investor asing masuk ke Indonesia. Pasalnya, masih kata Syamsul Muarif, investor asing merupakan salah satu pihak yang turut andil menindas rakyat.

Sementara Hendri Ansori menyatakan, sepuluh tahun reformasi ternyata tidak mengubah kesejahteraan rakyat secara signifikan. Reformasi militer seperti yang dijanjikan para petinggi militer juga belum tuntas. Buktinya, Hendri Ansori menunjuk masih adanya kasus-kasus kekerasan.

“Artinya, demokrasi yang ada sekarang ternyata tidak menciptakan kesejahteraan rakyat. Ini terjadi karena rakyat masih dijadikan objek atas nama demokrasi,” katanya.

Mahasiwa sebagai agen perubahan, lanjut dia, harus segera melakukan gerakan-gerakan penyadaran terhadap masyarakat atau menggelar aksi turun ke jalan seperti 10 tahun lalu. Khusus terkait Pilgub Jatim yang akan berlangsung Juli 2008 mendatang, Hendri Ansori berharap para calon mementingkan kesejahteraan rakyat Jawa Timur seperti dicita-citakan gerakan reformasi sepuluh tahun lalu.

“Dengan demikian, ada hubungan yang jelas anatara pilgub dengan cita-cita reformasi,” katanya. (eka)






0 komentar:

Posting Komentar